PEMERATAAN PENDIDIKAN DI SELURUH NUSANTARA SEBAGAI GERBANG AWAL MENUJU MERDEKA BELAJAR

 Oleh : Silpana Fauziah (Ciamis, Jawa Barat)

PEMERATAAN PENDIDIKAN GERBANG AWAL MENUJU MERDEKA BELAJAR

Silpana Fauziah, dari Ciamis, Jawa Barat

Bayangkan jika sebuah pohon tumbuh tanpa akar. Akankah pohon itu terus meninggi, berbuah, dan mampu tetap berdiri tegak saat terayun-ayun oleh angin? Hakikatnya, seperti yang telah kita pelajari dalam mata pelajaran biologi, fungsi akar dalam tanaman adalah organ yang memperkokoh atau dengan kata lain sebagai penopang tumbuhnya tanaman tersebut. Jika dianalogikan, fungsi pendidikan dalam kehidupan manusia adalah selayaknya akar untuk tumbuhan. Pendidikan menjadi penopang tumbuhnya individu untuk menjadi manusia seutuhnya. Ini berarti bahwa peran pendidikan sangat vital dalam sebuah kehidupan. Hal tersebut didukung oleh Pasal 31 UUD 1945 yang mengamanatkan bahwa pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara tetapi pendidikan dasar merupakan kewajiban yang harus diikuti oleh setiap warga negara dan pemerintah wajib membiayai kegiatan tersebut. Pertanyaannya adalah sudahkah semua warga negara memperoleh hak pendidikan tersebut?

Terselenggaranya pendidikan harus didukung oleh banyak aspek, diantaranya adalah sumber daya yang mumpuni, infrastruktur yang baik, serta tujuan yang akan dicapai. Pendidikan akan terwujud karena adanya pendidik yang kompeten dalam hal tersebut. Selain itu, untuk menciptakan proses pendidikan perlu adanya dukungan infrastruktur serta sarana prasarana yang mendukung. Tujuan dari pendidikan itu sendiri pun turut menjadi faktor penting dalam penyelenggaraan pendidikan karena tujuan berkaitan dengan arah yang akan kita tuju melalui pendidikan itu. Jika kita tinjau di balik realita pendidikan negeri kita, adanya geliat zaman yang semakin maju turut serta dalam membangun pendidikan ke arah yang lebih baik. Akan tetapi, semua hal itu tidak dapat diperoleh oleh semua warga negara kita seperti yang seharusnya terjadi menurut konstitusi negara kita. Sarana dan prasarana penunjang pendidikan seperti laboratorium, alat praktikum, wc, lapangan olahraga, atau bahkan gedung sekolah yang nyaman tidak dinikmati oleh semua peserta didik negara kita. Selain itu, aspek paling penting lainnya adalah ketersediaan guru kompeten yang seharusnya menjadi hal yang harus dimiliki oleh semua lembaga pendidikan negara kita pun tidak terealisasi. Apa yang sering kita sebut sebagai “kesenjangan”, masih ada dalam ranah penyelenggaraan pendidikan di Indonesia.

Daerah 3T (Terdepan, Terpencil, dan Terluar) adalah sebutan untuk daerah-daerah yang memiliki kualitas pembangunan yang rendah dan letak geografisnya berada di daerah terdepan dan terluar wilayah Indonesia. Di daerah inilah permasalahan pendidikan seperti ketersediaan guru yang terbatas, sarana pendidikan yang kurang mendukung, serta kualitas pendidikan yang terbelakang dibandingkan daerah lainnya. Gedung sekolah yang masih berdinding kayu, meja dan papan tulis seadanya, atap yang kadang bocor, lantai tanpa ubin, dan akses menuju sekolah yang terkadang tak mudah untuk dilalui. Berbeda jauh dengan sekolah atau lembaga pendidikan yang berada di daerah kota, gedung sekolah yang kokoh, sarana dan prasarana pendidikan lengkap, dan akses menuju sekolah yang mulus. Kesenjangan ini tentu perlu ditindaklanjuti dengan adanya pemerataan pendidikan.

Pemerataan pendidikan setidaknya mencakup 2 aspek, yaitu adanya persamaan kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan keadilan dalam memperoleh pendidikan yang sama dalam masyarakat. Artinya, adanya pemerataan pendidikan memungkinkan tak ada lagi sebutan daerah 3T dan semua warga negara memperoleh kesempatan dan keadilan dalam memperoleh pendidikan. Semua lembaga pendidikan berhak mempunyai tenaga pendidik yang kompeten, fasilitas yang lengkap, serta sarana yang baik. Tak ada lagi istilah sekolah unggulan dan tak ada lagi sekolah dengan atap yang bocor, atau bahkan tak ada lagi anak yang tak dapat bersekolah karena sulitnya akses menuju lembaga pendidikan tersebut.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) di bawah kepemimpinan Nadiem Anwar Makarim mencanangkan sebuah program kebijakan baru yaitu Merdeka Belajar. Kebijakan Merdeka Belajar adalah sebuah langkah transformasi pendidikan untuk mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang unggul serta memiliki profil pelajar Pancasila. Adanya Merdeka Belajar ini menciptakan proses pembelajaran yang berfokus pada materi yang esensial dan pengembangan kompetensi peserta didik yang sesuai dengan tahap perkembangannya. Hal ini akan membuat pembelajaran lebih mendalam, bermakna, dan menyenangkan. Transformasi lainnya adalah peserta didik dapat memilih mata pelajaran yang sesuai dengan minat, bakat, dan aspirasinya. Bagi guru, mereka dapat mengajar sesuai dengan tahan capaian dan perkembangan peserta didik. Sedangkan bagi sekolah, sekolah berwenang untuk dapat mengembangkan dan mengelola kurikulum pembelajaran sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan dan peserta didik. Selain itu, pembelajaran melalui kegiatan proyek yang memberikan kesempatan luas bagi peserta didik untuk secara aktif mengeksplorasi isu-isu aktual sehingga pembelajaran lebih relevan dan interaktif.

Merdeka Belajar merupakan ide hangat yang sedang berusaha untuk diwujudkan saat ini. Jika kita meninjau kembali, hakikat pendidikan adalah untuk menumbuhkembangkan potensi kemanusiaan yang ada pada diri individu. Kebijakan-kebijakan Merdeka Belajar memiliki arah yang sama dengan hakikat pendidikan ini. Realitanya, selama ini sistem pendidikan kita terkesan mengekang dan membatasi peserta didik untuk menumbuhkan potensi dirinya. Proses pembelajaran lebih diarahkan kepada upaya transfer ilmu pengetahuan oleh guru yang pada akhirnya peserta didik dituntut untuk memperoleh nilai sebagai umpan balik dari kegiatan belajarnya tersebut sehingga mereka dapat dikatakan layak untuk berlanjut ke jenjang selanjutnya. Namun, perlahan-lahan fenomena tersebut mulai beralih seiring perubahan yang terjadi di dunia pendidikan. Proses pembelajaran berubah haluan menjadi kegiatan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki serta menumbuhkan karakter yang diharapkan, bukan hanya sekedar tentang pengetahuan saja, tetapi secara menyeluruh yang juga meliputi sikap dan keterampilan yang akan bermanfaat bagi masa depan peserta didik tersebut. Bahkan dengan adanya Merdeka Belajar keberadaan Ujian Nasional diganti dengan Asesmen Nasional yang meliputi Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dan Survei Karakter, yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi) dan penguatan pendidikan karakter.

Kebijakan Merdeka belajar ini dapat terealisasi dengan dimulai dari adanya pemerataan pendidikan. Tanpa terwujudnya pemerataan pendidikan itu maka Merdeka Belajar hanyalah angan belaka. Proses pembelajaran yang diusung oleh Merdeka Belajar sesuai yang telah disebutkan tadi akan terealisasi apabila adanya guru yang kompeten serta sarana yang memadai. Tentunya, tujuan Merdeka Belajar bukan untuk daerah tertentu saja, tetapi untuk seluruh wilayah Indonesia. Maka dari itu, perlu adanya peningkatan kompetensi guru secara menyeluruh, distribusi guru yang kompeten secara merata, serta pemenuhan fasilitas dan sarana pendidikan secara merata ke seluruh wilayah merupakan langkah awal yang perlu dilakukan. Bagaimana bisa “Merdeka Belajar” terwujud jika daerah-daerah terpencil masih saja kesulitan mengakses pendidikan? Merdeka belajar bukan hanya terobosan baru yang unggul, tetapi ide yang dapat membawa pendidikan Indonesia ke arah yang lebih baik lagi. Alangkah baiknya sebelum direalisasikannya kebijakan tersebut, pemerintah perlu memperbaiki aspek-aspek penting dari terwujudnya pendidikan itu sendiri.

 


Komentar

Postingan Populer